Teknologi Irigasi Inklusif Pertamina Angkat Produksi Petani Bali Saat Krisis Air

Oleh: Mauludin Lubis (Editor) - 12 May 2025

Di tengah ancaman kekeringan yang terus mengintai ketahanan pangan nasional, 408 petani di Desa Uma Palak Lestari, Denpasar Utara, Bali, merasakan dampak nyata dari penerapan teknologi energi terbarukan yang dikembangkan bersama Pertamina.

Krisis air yang melanda kawasan tersebut mengancam keberlangsungan sistem subak—irigasi tradisional Bali—dan menyebabkan risiko gagal panen meningkat. Menyikapi hal itu, masyarakat Desa Uma Palak bekerja sama dengan Aviation Fuel Terminal (AFT) Ngurah Rai Pertamina Patra Niaga mengembangkan sistem pengairan pintar berbasis energi baru terbarukan (EBT) bernama SIUMA (Suplai Energi Manajemen Irigasi Uma Palak).

Sistem ini menggabungkan sensor kelembaban tanah berbasis Internet of Things (IoT) yang terkoneksi langsung ke grup WhatsApp petani, memungkinkan mereka memutuskan kebutuhan irigasi secara real-time. Teknologi ini disokong pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 21 kWp dan mikrohidro yang memanfaatkan limbah non-B3, berupa selang bekas mobil distribusi avtur.

Hasilnya, penghematan biaya operasional mencapai Rp700 ribu per bulan dan produktivitas padi organik meningkat signifikan, dari 5,1 ton per hektare menjadi 7,5 ton per hektare. Lima hektare sawah kini dikelola secara berkelanjutan dengan omzet tahunan mencapai Rp476 juta.

Program ini merupakan bagian dari inisiatif *Desa Energi Berdikari (DEB)* yang digagas Pertamina di 172 desa di Indonesia. Sebanyak 31 di antaranya, termasuk Desa Uma Palak, mengangkat tema ketahanan pangan.

“Desa Uma Palak menunjukkan bagaimana teknologi tepat guna dan energi bersih dapat menjawab persoalan struktural pertanian,” kata VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso. Ia menyebut pemanfaatan energi terbarukan di desa tersebut telah mengurangi emisi karbon hingga 27,3 ton CO₂ ekuivalen per tahun.

Tak hanya itu, kawasan ini berkembang menjadi destinasi ekowisata edukatif dengan ruang terbuka hijau, jalur joging, kafe, dan area berkemah. Tercatat 72 ribu kunjungan wisatawan setiap tahun, menambah pemasukan warga hingga Rp64 juta.

I Gede Sudi Arcana, Lurah Peguyangan, mengatakan inovasi ini memberi dampak luas, termasuk penggunaan traktor listrik yang menekan biaya pengolahan lahan dari Rp25 ribu menjadi Rp15 ribu per are. “Kami melihat pertanian tidak lagi identik dengan keterbatasan, tetapi sebagai peluang,” ujarnya.

Sebanyak 408 orang telah menjadi penerima manfaat langsung dari program ini, termasuk 24 petani perempuan yang terlibat dalam pelatihan pertanian organik dan usaha hasil tani.

Inisiatif ini juga mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), khususnya TPB 2 (Tanpa Kelaparan), TPB 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), serta TPB 13 (Penanganan Perubahan Iklim).

Program DEB menunjukkan bahwa transisi energi yang berbasis komunitas mampu meningkatkan efisiensi lingkungan sekaligus memperkuat kemandirian dan kesejahteraan desa. IwanLubisMO