Okta Wirawan: “Memimpin Itu Ladang Amal”

Almaz Fried Chicken baru saja meresmikan cabang ke-89 secara nasional di Payakumbuh, Sumatera Barat. Dalam waktu kurang dari setahun, Almaz Fried Chicken berhasil membuka 89 cabang di berbagai kota. Sebuah capaian yang tak hanya menunjukkan kekuatan strategi, tetapi juga konsistensi visi dari sang pendiri.
Di balik pencapaian ini, ada tangan dingin Okta Wirawan, CEO Abuya Grup, yang sejak awal menanamkan bahwa setiap ekspansi harus membawa manfaat bagi masyarakat. Prinsip itu pula yang membentuk cara pandangnya soal kepemimpinan, bagi Okta, memimpin adalah ladang amal.
Ya, bagi pendiri Abuya Grup ini, kepemimpinan bukanlah sekadar sebuah kehormatan, melainkan sebuah amanah yang harus dijunjung tinggi. Pendiri Almaz ini memandang kepemimpinan sebagai ladang amal, sebuah ruang untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan ketulusan, yang hasilnya ia serahkan sepenuhnya kepada Tuhan.
“Saya percaya, kalau kita tanam kebaikan dan ketulusan di dalam tim, Allah yang tumbuhkan hasilnya dalam bentuk keberkahan dan keberhasilan,” kata Okta kepada Men's Obsession.
Nilai akhirat hadir dalam setiap keputusannya, dan akhlak jadi fondasi dalam memimpin. Prinsip itu yang ia pegang sejak awal membangun Almaz.
Tantangan terbesar bagi Okta adalah menyatukan hati dan niat dari orang-orang dengan latar belakang yang beragam. Menurutnya, menyusun struktur organisasi relatif mudah, tapi membangun kesatuan jiwa dalam satu tujuan adalah perjuangan tersendiri.
Untuk itu, ia memperkenalkan sistem nilai yang kuat di dalam budaya kerja Almaz. Mulai dari salat berjamaah, sedekah kolektif, sampai program nikah gratis. “Ketika semua merasa punya tujuan bersama, mereka tidak hanya bekerja, tapi juga merasa sedang menanam amal.”
Okta menyebut komunikasi sebagai “nyawa dari kepemimpinan.” Ia tak hanya mengandalkan kata-kata, tapi juga keteladanan dan konsistensi sikap.
“Saya pastikan pesan saya sampai lewat banyak cara, briefing harian, grup internal, pertemuan langsung. Tapi lebih dari itu, saya belajar untuk mendengar. Karena kadang, komunikasi terbaik bukan dari berbicara, tapi dari memahami.”
Saat krisis datang, Okta tak langsung bicara strategi. Ia mengajak timnya merenungkan makna. “Saya ingatkan tim bahwa ini bukan ujian bisnis semata, tapi ujian iman dan kesetiaan,” tuturnya
Ia hadir langsung di tengah tim dan mengedepankan musyawarah untuk menyelesaikan konflik. “Saya tidak suka pendekatan otoriter. Saya percaya, kalau komunikasi dibuka dan niatnya baik, insya Allah perbedaan bisa jadi kekuatan bukan perpecahan,” tegas Okta.
Menurutnya, dunia bisnis sekarang menuntut pemimpin yang bisa menjaga nilai sambil tetap adaptif. Ia percaya, kualitas terpenting bagi seorang pemimpin adalah keteguhan prinsip dan kesiapan menghadapi ketidakpastian.
Melalui gaya kepemimpinan yang mengedepankan nilai, kedisiplinan, dan tanggung jawab sosial, Okta Wirawan memperlihatkan inti kesuksesan bisnis bisa diraih tanpa mengabaikan kemanusiaan. Selain membangun merek, ia juga menanamkan semangat yang memberi dampak luas bagi banyak orang.