Shift in Spending, Konsumen Kini Pilih Value Over Barang

Consumer Behavior Update: Belanja Emosional Kalahkan Fisik
Benarkah perlambatan ekonomi berarti masyarakat tak lagi belanja? Angka konsumsi rumah tangga menunjukkan hal sebaliknya. Pertumbuhan tetap terjadi, hanya saja arah pengeluarannya berubah.
Faktanya, konsumen tidak semua berhenti membelanjakan uang, mereka hanya mengubah tujuan pengeluaran. Belanja kini lebih banyak dialihkan ke leisure, gaya hidup sehat, welness retreat, dan aktivitas berbasis value. Bagi pelaku industri dan pembuat keputusan, perubahan ini perlu dibaca sebagai peluang sekaligus peringatan untuk meninjau ulang positioning dan arah investasi.
Ritel besar memang makin sepi, namun antrean immersive art installation dan studio kebugaran justru mengular. Pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama di pasar urban dan generasi muda, kini tak lagi berpusat pada belanja barang kepemilikan, tetapi bergeser ke pengalaman, nilai emosional, dan gaya hidup sehat. Meski berada di tengah ketidakpastian ekonomi, tren ini menyimpan potensi baru sekaligus tekanan bagi pelaku usaha yang tak siap beradaptasi. Apa yang sebenarnya terjadi?
1.Turunnya Tabungan Menekan Belanja Sekunder
Sejak 2024, kelompok berpenghasilan menengah ke bawah mengalami penurunan daya tabung. Imbasnya, konsumen lebih konservatif dalam berbelanja. Produk premium mulai ditinggalkan dan diganti dengan opsi yang lebih terjangkau. Ketidakpastian ekonomi dan lapangan kerja ikut memperkuat kecenderungan ini.
2. Belanja Lebih Selektif dan Fokus pada Kebutuhan Inti
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 sebesar 4,89% yoy mencerminkan pola konsumsi yang lebih selektif. Masyarakat mulai menyusun prioritas, dengan menekan belanja fashion dan memperbesar alokasi untuk bahan pokok, transportasi, serta kebutuhan makanan harian.
3. Ritel Tradisional Terdesak, Model Digital Kian Dominan
Tekanan paling nyata terasa di ritel konvensional. Sementara itu, konsumen semakin digital: belanja lewat aplikasi, banding harga online, dan mengutamakan kemudahan. Bisnis ritel perlu bergerak ke model omnichannel yang bukan hanya menjual, tetapi juga menciptakan pengalaman yang relevan.
4. Pengeluaran Beralih ke Leisure dan Experience-Based Spending
Daya beli masyarakat untuk produk kepemilikan tidak benar-benar surut, hanya saja kini diarahkan ke pengalaman yang memberi kepuasan sosial dan emosional. “Daya beli masyarakat masih ada, tetapi perubahannya lebih ke sektor leisure dan experience-based spending,” ujar Dian Ayu Yustina, Ekonom Mandiri. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan sektor transportasi, komunikasi, restoran, dan hiburan yang lebih kencang dibanding sektor pakaian dan alas kaki.
5. Tren Gaya Hidup Sehat Buka Ceruk Pasar Baru
Konsumen mulai peduli pada pola makan, kebugaran, dan keberlanjutan. Produk berbasis tanaman, layanan gym, hingga brand yang punya nilai sosial dan lingkungan makin dicari. Gaya hidup sehat bukan lagi tren jangka pendek, melainkan strategi konsumsi jangka panjang.
Bagi pelaku usaha, memahami arah pergeseran ini bukan semata untuk bertahan, tetapi menentukan langkah untuk tumbuh. Konsumen Indonesia makin kritis, digital, dan berorientasi nilai. Masyarakat bukan tak mau belanja, mereka hanya lebih menahan spending, memilih dengan lebih cermat dan lebih sadar apa yang mereka bayar.
(Data dan kutipan dalam artikel ini dilansir dari BPS, Mandiri Spending Index, serta laporan analisis konsumsi kuartal I 2025.)