Jahja Setiaatmadja: Pemimpin Sejati, Bukan Pengambil ‘Kredit’

Naskah: Gia Putri Foto: Dok Pribadi
“Saya dari dulu tidak pernah begitu (mengambil kredit kerja keras orang lain), saya bilang kepada pemimpin yang lebih tinggi, ‘Bapak ini persembahan dari tim ini, si ini, si ini, yang berjasa. Wah rasanya penghargaan pribadi itu penting sekali di dalam suatu company, mereka akan merasa ‘Wah aku di-wong-ke (diorangkan -istilah Jawa).”
Jahja Setiaatmadja merupakan salah satu bankir paling berpengaruh di Indonesia. Di bawah kepemimpinannya PT Bank Central Asia Tbk (BCA) konsiten mencetak kinerja positif, meski di tengah ketidakpastian ekonomi. Hal itu tercermin dari laba bersih yang dibukukan oleh bank berkode emiten BBCA tersebut sepanjang tahun 2024, yakni sebesar Rp54,8 triliun. Bukan hanya itu, BCA juga mendapat pengakuan sebagai Bank Terbaik Indonesia dari Forbes dan World’s Most Trustworthy Company atau perusahaan paling dapat dipercaya di dunia versi Majalah Newsweek.
Salah satu kunci kesuksesan Jahja dalam membawa BCA menjadi bank swasta terbaik di Indonesia adalah kerja sama tim yang solid. Ia jauh dari mentalitas kepiting, yang cenderung menghalangi kesuksesan orang lain.
Dalam suatu kesempatan, Jahja dengan tegas menyatakan bahwa seorang pemimpin sejati tidak akan pernah mengklaim kredit atas kerja keras orang lain. “Jangan jadi pimpinan, kalau anak buahmu bekerja bagus, kamu bilang sama bos yang lebih tinggi, ‘Wah ini kan saya yang kerjain’. Jangan begitu, Anak buahmu akan sedih,” ungkap Jahja yang saat ini dipercaya menjadi Presiden Komisaris BCA.
Jahja mengatakan, sikap seorang pemimpin terhadap timnya berdampak besar terhadap rasa hormat dan semangat mereka dalam bekerja. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya menjadi pemimpin yang adil dan selalu menghargai setiap usaha serta kerja keras bawahannya.
“Saya dari dulu tidak pernah begitu (mengambil kredit kerja keras orang lain), saya bilang kepada pemimpin yang lebih tinggi, ‘Bapak ini persembahan dari tim ini, si ini, si ini, yang berjasa. Wah rasanya penghargaan pribadi itu penting sekali di dalam suatu company, mereka akan merasa ‘Wah aku di-wong-ke (diorangkan -istilah Jawa),” ungkapnya.
Jahja menjelaskan, ketika seorang pemimpim memberikan penghargaan atau pujian kepada anggota timnya, dampaknya sangatlah besar. Secara tak langsung, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan semangat kerja tim, mendorong produktivitas serta kinerja mereka, sekaligus mempererat hubungan dan kerja sama antar anggota. Dengan merasa dihargai, mereka akan lebih termotivasi melakukan kinerja terbaik untuk mencapai target perusahaan, menciptakan lingkungan yang positif dan produktif.
“Ini sangat penting terutama bagi teman-teman kita yang sedang naik daun, baru memimpin tim kecil, jangan semua bonus tim itu Anda ambil sendiri, Anda harus berani juga memberikan itu kepada teman-teman yang lain,” Jahja berpesan.
Hal tersebut, lanjutnya, sangat penting untuk membangun teamwork yang sehat dan kerja sama antar tim. Tak kalah penting, Jahja menekankan untuk memisahkan silo-silo yang ada dalam perusahaan ataupun bisnis Anda sendiri. Apa yang dilakukan Jahja dalam membangun teamwork yang sehat dan solid mendapat apresiasi dalam banyak ajang penghargaan bergengsi, salah satunya dari ajang HR Asia Award 2024, BCA berhasil menyabet dua penghargaan, yakni HR Asia Best Companies to Work for in Asia.
Kategori ini telah dimenangkan oleh BCA selama enam tahun berturut-turut. Konsistensi bank yang didirikan pada 21 Februari 1957 tersebut dalam menerapkan best practice pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) serta keterlibatan karyawan, menjadi faktor utama yang mengantarkannya kembali meraih penghargaan ini. Kategori lain yang dimenangkan adalah HR Asia Most Caring Companies Award, seiring dengan implementasi praktik dan kebijakan BCA yang mengutamakan kesejahteraan karyawan.
Gaya kepemimpinan Jahja sangat tercermin dalam dua buku yang menggambarkan filosofi kepemimpinannya. Pertama, dalam “Leaders Eat Last” karya Simon Sinek, pendekatan pria ramah dan murah senyum tersebut yang tak mengambil kredit atas kerja keras orang lain sangat relevan.
Jahja selalu mengutamakan penghargaan kepada timnya, meletakkan kepentingan mereka di atas kepentingan pribadinya. Hal ini sejalan dengan filosofi Sinek tentang pemimpin yang mendahulukan kesejahteraan orang lain, serta menciptakan lingkungan kerja yang penuh dukungan dan saling menghargai.
Selain itu, buku “The Five Dysfunctions of a Team” oleh Patrick Lencioni juga menggambarkan dengan jelas prinsip prinsip yang dijunjung tinggi oleh Jahja. Lencioni menekankan pentingnya membangun tim yang solid dan sehat, yang juga menjadi fokus utama Jahja dalam memimpin. Ia sangat menghargai kerja sama dan kontribusi setiap anggota tim, serta berusaha mengatasi hambatan dalam hubungan antar anggota untuk menciptakan tim yang lebih erat dan harmonis.
Kedua buku ini menyuguhkan konsep kepemimpinan yang mengutamakan kebersamaan, saling menghargai, dan kerja tim yang solid; prinsip-prinsip yang dijalankan dengan baik oleh Jahja, sang pemimpin sejati.