Tren Baru Wisatawan Indonesia Rela Bayar Lebih untuk Hotel yang Peduli Lingkungan
SiteMinder, platform distribusi hotel global, baru saja merilis “SiteMinder's Changing Traveller Report 2025”. Laporan ini mengungkap bahwa wisatawan Indonesia paling bersedia mengeluarkan lebih untuk menginap di hotel yang ramah lingkungan. Sebanyak 95% wisatawan Indonesia siap membayar lebih, dengan angka yang naik menjadi 97% di kalangan Gen Z dan Milenial.
Angka ini jauh melampaui rata-rata Asia yang hanya 85%, Eropa 60%, dan Amerika Utara 55%. Laporan ini mencakup survei dari lebih 12.000 responden di 14 negara, termasuk Indonesia, dan memperlihatkan perubahan besar dalam perilaku wisatawan global.
Selain itu, 36% wisatawan Indonesia bersedia membayar hingga 10% lebih mahal untuk hotel ramah lingkungan. Sebanyak 35% bahkan bersedia menambah anggaran hingga 25%, dengan 7% siap mengeluarkan lebih dari 50%. "Ini bukti bahwa kesadaran lingkungan makin mengakar di kalangan wisatawan kita," ujar Rio Ricaro, Country Manager SiteMinder untuk Indonesia.
Laporan tersebut juga mengungkap bahwa 79% wisatawan Indonesia berencana untuk bepergian ke luar negeri pada 2025. Jepang dan Singapura menjadi pilihan utama, sementara di dalam negeri, Jawa dan Kalimantan jadi tujuan favorit. "Tahun depan, kita akan melihat tren perjalanan yang lebih bervariasi, baik domestik maupun internasional," tambah Rio.
Satu hal yang menarik, 98% wisatawan Indonesia terbuka untuk menggunakan AI dalam merencanakan dan memesan perjalanan. Mereka hanya kalah dari wisatawan Thailand dalam hal ketertarikan pada teknologi ini. Di sisi lain, negara-negara seperti Jerman dan Inggris masih belum sepenuhnya percaya pada penggunaan AI dalam perjalanan.
Hanya 1 dari 3 wisatawan Indonesia yang akan memilih kamar standar untuk liburan mereka tahun depan. Selain itu, mereka juga sangat mengutamakan mini bar dan akses colokan listrik di kamar. "Kenyamanan jelas menjadi prioritas bagi wisatawan Indonesia saat ini," kata Rio.
Lebih dari itu, 66% wisatawan Indonesia berencana untuk tetap bekerja selama liburan. Hal ini pun menjadikan mereka salah satu yang paling sering bekerja saat berwisata. Hanya Thailand yang mencatat persentase lebih tinggi, yakni 68%.
"Saat ini, kita melihat tren wisata yang tak lagi hanya sekedar rekreasi, tapi juga untuk bekerja dan berinteraksi dengan lingkungan. Ini tantangan bagi industri perhotelan untuk bisa menyesuaikan diri," tutup Rio. Menurutnya, insight berbasis data ini menjadi penting untuk menawarkan pengalaman menginap yang relevan.