Made by Indonesians

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 23 August 2013
Made by Indonesians

Andi Nursaiful/berbagai sumber
Foto        : Dok.MO/Istimewa


Di bidang penguasaan teknologi pesawat terbang, Indonesia dikenal sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memproduksi dan mengembangkan pesawat sendiri. Merayakan 68 tahun kemerdekaan RI, kali ini kami menyajikan daftar pesawat terbang buatan Indonesia, baik yang sudah mendunia, maupun  yang masih berupa prototipe dan tengah dipasarkan.


Pesawat CN-235

Inilah primadona pesawat terbang buatan Indonesia, diberi nama tetuko, salah satu tokoh pewayangan. Di kelasnya, inilah pesawat paling sukses dalam hal pemasaran. Pesawat angkut jarak sedang dengan dua mesin turbo-prop, ini, awalnya dikembangkan bersama antara CASA di Spanyol dan IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), sebagai pesawat terbang regional dan angkut militer. Versi militer CN-235, digunakan untuk patroli maritim, surveillance dan pengangkutan pasukan.

CASA dan IPTN membentuk perusahaan Airtech Company untuk menjalankan program pembuatan CN-235. Desain dan produksi dibagi rata antara kedua perusahaan. Kerja sama hanya dilakukan pada versi 10 dan 100/110. Versi-versi berikutnya kemudian dikembangkan secara terpisah oleh masing-masing perusahaan.

Desain awal CN-235 dimulai pada Januari 1980, dan tiga tahun kemudfian, 11 November 1983, prototipe berhasil diselesaikan. Sertifikasi Spanyol dan Indonesia didapat pada tanggal 20 Juni 1986. Versi prtoduksi pun terbang pertama pada 19 August 1986. FAA type approval didapat pada tanggal 3 Desember 1986 sebelum akhirnya terbang pertama untuk konsumen pesawat pada tanggal 1 Maret 1988. Pada tahun 1995, CASA meluncurkan CN-235 yang diperpanjang, yaitu C-295.

Versi militer CN 235 banyak diminati dan diekspor ke negara lain. Turki dan Korsel adalah pemakai setia CN 235 MPA dan menganggapnya sebagai yang terbaik di kelasnya di dunia. Inovasi insinyur-insinyur Indonesia pada CN 235 MPA, antara lain, penambahan persenjataan lengkap berupa rudal dan teknologi radar yang dapat mendeteksi dan melumpuhkan kapal selam. Korea Selatan membeli beberapa pesawat CN 235, termasuk empat di antaranya yang merupakan pesanan Departemen Pertahanan Korea Selatan untuk patroli maritim.

Negara-negara konsumen CN-235, antara lain: Penjaga Pantai Amerika Serikat (8 HC-144), Penjaga Pantai Turki (3 CN-235 MPA), angkatan udara Afrika Selatan, Arab Saudi, Botswana, Brunei, Ekuador, Gabon, Irlandia (2 CN-235MP), Kolumbia, Korea Selatan, Malaysia (8 CN-235-220), Maroko, Pakistan (4 CN-235-220), Panama, Papua New Guinea, Perancis (19 CN-235-100, 18 ditingkatkan menjadi CN-235-200), Spanyol, Yordania, Turki (50 CN-235-100M), angkatan laut Turki (6 CN-235 ASW/ASuW MPA), angkatan darat Chile (4 CN-235-100), angkatan Laut Persatuan Emirat Arab, dan tentu saja TNI AU yang mengoperasikan CN-235-100M, CN-235-220M, dan CN-235 MPA.

Pesawat N-250

Prototipe pesawat N250 terbang menuju Le Bourget Perancis untuk mengikuti Paris Air Show. Penampilan perdana pesawat N250 tersebut, kontan membuat kagum sejumlah pabrikan pesawat terbang. Maklum, N-250 buatan PTDI merupakan pesawat pertama di kelasnya yang menggunakan teknologi fly by wire. Pesawat sekelas, antara lain, ATR 42 buatan Perancis, Fokker F50 buatan Belanda, dan Dash 8 buatan Bombardier dari Kanada.

Pesawat N-250 murni merupakan rancang bangun anak bangsa yang diluncurkan pada 1995. Setelah melewati fase-fase yang panjang sejak didirikannya tahun 1976, PTDI awalnya membuat pesawat dan helikopter dengan lisensi dari perusahaan pesawat lainnya. Pesawat C212 merupakan pesawat lisensi dari Casa Spanyol yang juga di buat di PTDI, kemudian pengembangan dari pesawat tersebut adalah NC212, yang kemudian berlanjut ke CN-235.

N-250 adalah pesawat regional komuter turboprop. Menggunakan kode N yang berarti “Nusantara” menunjukkan bahwa desain, produksi, dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia. N juga bisa berarti “Nurtanio” yang merupakan pendiri dan perintis industri penerbangan di Indonesia. Jika CN-235 diberi nama tetuko, maka N-250 mendapat nama  Gatotkaca.

Gatotkaca dirancang mampu mengangkut 50 penumpang, yang kala itu diprediksi akan menguasai pangsa pasar pesawat komersial. Pesawat ini juga menjadi primadona PTDI dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang, dengan keunggulan di kelasnya.

Pesawat ini lantas menjadi bintang pada ajang pameran Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun setahun kemudian, Indonesia diterjang badai krisis moneter 1997 dan memaksa produksi N-250 terhenti.


Pesawat N-219
N-219 adalah pesawat multifungsi bermesin dua yang dirancang oleh PT DI dengan tujuan untuk dioperasikan di daerah-daerah terpencil. Pesawat dirancang memiliki kecepatan jelajah maksimum 395 km/ jam dan kecepatan jelajah ekonomis 352 km/jam dengan muatan maksimum 2500 kilogram.

Pesawat ini dibuat memenuhi persyaratan FAR 23, dirancang memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel yang memastikan bahwa pesawat ini bisa dipakai untuk mengangkut penumpang dan juga kargo.

Penerbangan perintis di beberapa wilayah Nusantara, seperti, Papua, masih menggunakan pesawat-pesawat produksi lama, serupa Twin Otter. Beberapa unit yang ada sudah tidak layak pakai sehingga diperlukan pesawat yang lebih modern. Oleh sebab itu, sejak 2006, PT DI mengembangkan pesawat ini.

Pesawat N219 dirancang sesuai kondisi geografis Indonesia, mampu mendarat di landasan yang pendek sehingga bisa diaplikasikan di wilayah terpencil dengan lahan terbatas (berkemampuan STOL,  short-take off and landing). Bahkan, pesawat ini dirancang