Rahmat Syukri (Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia)

Oleh: Syulianita (Editor) - 01 June 2022

Kinerja Solid di Tengah Krisis

Naskah: Gia Putri Foto: Sutanto

Boleh dibilang Rahmat Syukri adalah ahli memoles perusahaan. Betapa tidak, sebagai CFO PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth), ia berhasil membawa perusahaan asuransi jiwa dan kesehatan tersebut menorehkan kinerja positif di tengah krisis.

Pria yang akrab disapa Syukri ini sudah banyak makan asam garam di dunia perbankan. Ia pernah bekerja di PT Bank Bukopin, PT Bank Bumi Daya (bank pemerintah yang dimerger dengan tiga bank lainnya menjadi Bank Mandiri), PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank Mandiri (Persero).

Rekam jejaknya luar biasa, seperti saat menjabat Treasury Manager Bank Mandiri cabang Singapura pada 2008. Kala itu, terjadi subprime mortgage yang meruntuhkan perekonomian Amerika Serikat. Ini memicu krisis di negara-negara maju seperti Singapura. “Saya diminta untuk menyelesaikan masalah. Begitu pun saat menjabat Group Head Treasury & International (Executive Vice President) Bank Syariah Mandiri. Unit yang saya pimpin awalnya tidak diperhitungkan. Namun, setelah saya tinggal menjadi yang terbaik. Jadi, from nothing to something,” ungkap peraih penghargaan The Best FX Bank for Corporate Islamic Treasury tahun 2019 dari Alpha Southeast Asia tersebut.

Berkat tangan dinginnya, sejak Mei 2019, pria kelahiran Bukittinggi, 3 Maret 1965 ini diamanahi sebagai Direktur Keuangan Mandiri Inhealth untuk membenahi kinerja keuangan yang menurun. Tantangan pun semakin berat, karena awal tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan aktivitas perekonomian di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.

“Laba bersih yang diraih Mandiri Inhealth sepanjang 2020 adalah yang terendah. Kami hanya berhasil membukukan senilai Rp67,11 miliar. Sebagai CFO, saya harus meluruskan simpul-simpul yang bermasalah. Menentukan langkah apa yang harus digas dan direm,” papar peraih penghargaan The Best CFO Asuransi Jiwa di Indonesia tahun 2021 dari The Finance ini.

Perjuangannya pun berbuah manis, di tengah bayang-bayang pandemi, Mandiri Inhealth mampu membukukan kinerja positif. Tilik saja pencapaian yang ditorehkan di sepanjang 2021, perusahaan yang didirikan pada 1992 ini sukses mengantongi laba bersih senilai Rp132,98 miliar. “Jumlah itu melesat 98,17% dibandingkan pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy),” terang Syukri. Meningkatnya laba bersih Mandiri Inhealth didukung oleh pendapatan premi neto yang tumbuh 1,69% (yoy) dari Rp2,10 triliun menjadi Rp2,14 triliun. Kenaikan pendapatan premi neto tersebut dibarengi dengan penurunan beban klaim dan manfaat yang ditanggung Mandiri Inhealth sebesar 5,82% (yoy) dari Rp1,74 triliun menjadi Rp1,64 triliun.

Adapun, total aset perusahaan juga tumbuh 11,96% (yoy) dari Rp2,25 triliun menjadi Rp2,52 triliun pada tahun lalu. Sementara, jumlah liabilitas perusahaan tercatat naik 21,63% (yoy) dari Rp0,95 triliun menjadi Rp1,16 triliun. Total ekuitas perseroan senilai Rp1,37 triliun. Nilai tersebut meningkat 4,90% dibandingkan pada tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp1,3 triliun. Dari sisi indikator kesehatan keuangan, rasio pencapaian solvabilitas perusahaan berada di angka 542%. Rasio tersebut jauh di atas ketentuan minimum regulator sebesar 120%. 

Dalam perencanaan bisnis ke depan, Syukri menegaskan yang paling penting adalah membangun ketahanan untuk memastikan sustainabilitas perusahaan. “Melakukan strategi dan inisiatif, membuat roadmap perusahaan untuk jangka pendek, menengah, panjang, yang digunakan untuk membesarkan margin dan mengendalikan biaya,” terangnya. Sejumlah langkah dilakukan, di antaranya mengupayakan fokus pada produk-produk individu atau disebut Instividual. Bergeser ke segmentasi baru (termasuk small medium enterprise/SME + individual) melalui kerja sama dengan Axa Mandiri Financial Services. 

“Kami juga berencana akan menggarap asuransi syariah, karena potensinya sangat besar,” imbuh Syukri. Selain itu, memperbaiki kebijakan underwriting, termasuk multiyear contract, terminasi high loss ratio badan usaha, fokus eksposur AJK hanya di kategori 1-3 di Bank Mandiri.

Untuk tetap bertahan dan mengantisipasi krisis di tengah kondisi ekonomi Indonesia dan dunia yang sedang tidak menentu, Mandiri Inhealth harus menyesuaikan strategi dan rencana bisnis perusahaan melalui inovasi produk dan layanan, serta monitoring likuiditas, antara lain meningkatkan layanan peserta melalui optimalisasi jaringan provider untuk memastikan peserta mendapatkan kenyamanan dan prioritas dalam layanan kesehatan, memonitor klaim rasio dan kolektibilitas premi, serta memberikan relaksasi/restrukturisasi premi secara prudent sesuai dengan regulasi.

Terobosan lainnya adalah Transformasi Mandiri Inhealth Mobile (MIMO) menjadi FitAja! Ini merupakan digital healthcare super app, yakni platform yang dikembangkan dengan menawarkan berbagai macam layanan dalam satu aplikasi. “Ini di-buy-in oleh Kementerian BUMN untuk menjadi super app ekosistem kesehatan. Lewat aplikasi ini peserta dapat mengakses berbagai macam kemudahan yang berkaitan dengan kesehatan, baik pencegahan maupun pengobatan. Selain itu peserta juga mendapat kemudahan akses konsultasi melalui chat, voice, video interactive, e-resep, e-klaim, info provider, pesan dan antar obat,” papar pria yang hobi bermain golf tersebut.

Menutup pembicaraan, Syukri menuturkan obsesinya, yakni membawa Mandiri Inhealth naik kelas. “Kalau sekarang preminya di bawah Rp5 triliun, nanti menjadi Rp10 triliun,” ujarnya.

Selain itu, ia juga berharap Mandiri Inhealth yang saat ini telah berhasil menjadi perusahaan asuransi jiwa nomor satu untuk asuransi kesehatan kumpulan ini bisa memperluas market share-nya. “Saat ini kami memperoleh 19% pangsa pasar di pasar asuransi jiwa & umum. Saya berahap beberapa tahun ke depan, market share kami naik 5%,” pungkas pria yang memiliki filosofi hidup be good and do good ini.