Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. (Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Dikti, Kemendikbudristek)

Oleh: Syulianita (Editor) - 02 August 2021

Tetaplah Berprestasi di Tengah Keterbatasan

Naskah: Sahrudi Foto: Dok. Pribadi

Di sela kesibukannya mengawal persiapan proses belajar mengajar perguruan tinggi di tahun ajaran baru, Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. mau menyisihkan waktu untuk wawancara tertulis via online dengan Men's Obsession. Pria yang kini menjabat Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Dikti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini, lugas menjawab pertanyaan terkait dinamika kekinian perguruan tinggi khususnya di era pandemi ini.

Terkait perkuliahan misalnya, diakui bahwa dari awal kebijakan BDR (Belajar Dari Rumah) Maret 2020 hingga saat ini memang sudah banyak perubahan. Banyak perguruan tinggi yang diakuinya mungkin belum siap baik secara infrastruktur maupun SDM untuk menyelenggarakan pembelajaran daring (dalam jaringan).

Karena itu, katanya, Kemendikbudristek secara aktif menyelenggarakan berbagai pelatihan dan menerbitkan buku panduan penyelenggaraan pembelajaran daring, menyediakan LMS (Learning Management System) yang dapat digunakan oleh perguruan tinggi di SPADA (Sistem Pembelajran Daring Indonesia). Kementerian juga memberikan stimulasi-stimulasi bantuan pendanaan bagi perguruan tinggi untuk mulai membangun infrastruktur pembelajaran daring dan penguatan SDM dalam menyelenggarakan pembelajaran daring. 

“Kami juga bekerja sama dengan berbagai pihak menyelenggarakan webinar/workshop terkait pembelajaran daring. Saat ini saya bisa sampaikan bahwa dari sisi kesiapan, perguruan tinggi 90% telah siap menyelenggarakan perkuliahan secara daring. Namun demikian, kami masih terus melakukan pendampingan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pembelajaran daring di perguruan tinggi untuk menjamin proses perkuliahan diselenggarakan dengan baik,” ujarnya.

Namun demikian, ia tak membantah adanya tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pembelajaran secara daring. “Terutama adalah engagement antara mahasiswa dan dosen, interaksi yang terbatas, konten dan modul mata kuliah daring yang memadai, serta bagaimana menyelenggarakan perkuliahan yang bersifat praktikum,” urainya. Sedangkan kendala yang ada saat ini katanya masih seputar kuota dan jaringan internet yang belum merata. Tapi, ia memastikan tidak ada penurunan kualitas perkuliahan.

“Karena kami selalu menekankan bahwa dalam pembelajaran daring tidak boleh ada perbedaan kualitas perkuliahan, namun kami tidak menampik fakta bahwa karena keterbatasan dan kondisi saat ini, pada beberapa mata kuliah menghadapi tantangan yang cukup berat dalam melakukan pembelajaran secara daring. Khususnya mata kuliah yang bersifat praktikum ataupun mata kuliah yang harus dilakukan secara hand-on misalnya pada program studi keperawatan dan teknik,” beber alumnus UGM ini.

Sementara terkait minat kuliah mahasiswa di Indonesia di era pandemi ini, ia mengakui memiliki dampak karena pengaruh ekonomi yang cukup signifikan. Terutama mahasiswa aktif di perguruan tinggi. Aris merujuk data dari PDDIKTI yang menunjukkan angka mahasiswa aktif pada semester genap TA 2019/2020 mencapai 6.152.505 (sebelum pandemi), dan pada semester genap TA 2020/2021 hanya 2.540.265 (masa pandemi.

Namun begitu, pria yang meraih S3 di Murdoch University ini, tetap optimis bahwa meskipun pembelajaran dilakukan secara daring harus tetap mengutamakan mutu dan tidak mengurangi Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL). Sementara untuk pembelajaran luring tetap memerhatikan protokol kesehatan dan mengutamakan kesehatan sivitas akademika. “Tetaplah meningkatkan mutu ditengah keterbatasan serta tetap menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran, memperkuat LMS, serta memperkaya modul-modul pembelajaran atau E-learning,” pungkasnya.

Kontribusi Kampus di Tengah Pandemi

Terkait peran perguruan tinggi dosen dalam melakukan penelitian dan pengembangan inovasi untuk mengatasi penularan virus Corona, Aris membanggakan bahwa peran serta perguruan tinggi dalam upaya melawan Covid-19 cukup signifikan. Ia menyebut beberapa penelitian di perguruan tinggi telah menghasilkan berbagai inovasi yang implementatif dalam upaya melawan Covid-19. 

“Kita juga memiliki program RECON (Relawan Covid Nasional), yang melibatkan ribuan mahasiswa dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang Covid-19, maupun terjun langsung dalam penanganan pasien di fasilitas kesehatan,” ucapnya.

Menurutnya, cukup banyak inovasi yang diciptakan oleh perguruan tinggi semisal inovasi untuk alat perlindungan diri (APD), pembuatan imunomodulator, suplemen, sampai kepada alat deteksi skrining virus Corona. “Termasuk penelitian terapi steam cell untuk penanganan pasien Covid-19 dan juga pengembangan vaksin,” imbuhnya.

Selain itu, katanya lagi, ada GeNose C-19 yang dihasilkan UGM, alat deteksi CePad yang dihasilkan Unpad sebagai alat deteksi virus SARS-CoV-2 kualitatif menggunakan spesimen swab nasofaring manusia. Selanjutnya, UI yang juga tergabung dalam konsorsium riset dan inovasi Covid-19 mampu menghasilkan ventilator portabel, yakni Ventilator Transport Covent-20. “Selain UI, Unpad juga menghasilkan ventilator Xvent XMV20 Frontliner,” sebutnya lagi.

Aris juga membanggakan Autonomous UVC Mobile Robot (AUMR) yang dibuat Universitas Telkom dan teknologi Purifier/Respirator PAPR yang dibuat Universitas Al Azhar Indonesia. Selain itu, Aris menjelaskan juga bahwa program pengabdian masyarakat di perguruan tinggi di masa pandemi ini, masih difokuskan pada upaya edukasi masyarakat terhadap pandemi Covid-19. Menggerakkan mahasiswa dan dosen dalam program relawan Covid 19: melalui KKNT perubahan perilaku masyarakat dan lainnya.