Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH., M.H., MBA (Rektor UKI Jakarta)

Oleh: Syulianita (Editor) - 02 August 2021

Smart Campus yang Bermutu, Mandiri dan Inovatif

Naskah: Sahrudi Foto: Dok. Pribadi

Jauh sebelum perguruan tinggi lain sibuk membenahi diri untuk beradaptasi dengan era pandemi saat ini, Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta sudah mempersiapkan diri dengan mencanangkan tagline “Tahun Digitalisasi dan Internasionalisasi” di penghujung tahun 2019.

"Bencana nasional non alam, berupa pandemi Covid – 19, itu mulai terjadi bulan Maret 2020. Tapi semenjak 2019 akhir, UKI sudah mencanangkan tagline tahun 2020 adalah “Tahun Digitalisasi dan Internasionalisasi”. Ketika itu kami sudah siap seratus persen langsung bisa kami jalankan dengan baik. Hanya memang pasti ada kendala-kendalanya,” ujar Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH., M.H., MBA membuka perbincangan daring dengan Men's Obsession.

Jadi, lanjutnya, pada dasarnya UKI memang sudah siap masuk ke dunia digital untuk memiliki smart campus. “Artinya, kemampuan komunikasi secara online, pembelajaran secara online, penelitian secara online, bahkan pengabdian kepada masyarakat secara online, sudah mulai kita siapkan. Demikian pula kegiatan internasional. Jadi, kami masuk ke dunia global yang seperti tanpa batas lagi,” papar Dhaniswara.

Ketika terjadi pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita akhirnya study from home, work from home, tambahnya, UKI sudah siap. “Karena memang tahun 2020 adalah tahun digitalisasi dan tahun internasionalisasi,” ucapnya.

Kemampuan digitalisasi ini tentu saja tak hanya dimiliki mahasiswa yang notabene generasi muda, tapi juga para dosen yang lebih tua. “Tapi dengan kerja keras dan kemauan keras, kita semua memperbaiki diri, sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman karena kita sadar adanya revolusi 4.0,” ia tersenyum seraya menambahkan mahasiswa program S2 dan S3 pun sudah melaksanakan perkuliahan secara digital.

Kalaupun ada kendala, itu lebih terkait dengan mahasiswa yang belajar dari daerah masing-masing di mana ketersediaan sinyal internet dan kuota sangat terbatas. “Tetapi secara institusi, kami juga melakukan berbagai pendekatan, termasuk ke daerah-daerah. Kami minta mereka untuk difasilitasi, dan seterusnya,” jelasnya. Sementara kalau masalah kuota mahasiswa, ia mengaku tak sedikit mendapat dukungan dari para alumni untuk junior mereka yang saat ini sedang menimba ilmu di UKI.

Di sisi lain, aktivitas pengabdian masyarakat UKI dalam mendukung memerangi Covid-19 juga sangat tinggi. “UKI bersama dengan alumni dan institusi lainnya terus menerus menggelar vaksinasi dan memberikan makan gratis. Bahkan pernah tiga bulan berturut-turut, kami memberikan makanan gratis kepada masyarakat,” ceritanya.

Meski dengan keterbatasan, prestasi UKI tetap moncer. Tidak ada alasan untuk tidak berprestasi. Tapi, dalam situasi seperti sekarang harus lebih kreatif dan inovatif baik dalam kegiatan yang bersifat akademik maupun lomba dan olahraga.

“Kalau secara akademik misalnya lomba debat, itu sampai tingkat nasional, kami ikuti. Karena semuanya saya kira 90% dilakukan secara virtual, kita ikuti semua. Jadi seperti berburu kesempatan, kita lakukan. Bahkan ada yang misalnya membuat legal opini, apapun itu tetap dijalani, termasuk juga melakukan penelitian-penelitian. Tentunya sesuai dengan program studinya,” jelasnya lagi.

Sebagai universitas yang cukup lama di Indonesia, UKI memiliki 33 program studi, dan tentunya satu dengan lainnya sangat berbeda, baik yang dari eksakta misalnya kedokteran, teknik maupun juga sosial, humaniora bahkan juga yang vokasi. “Jenis penelitiannya sangat beragam, begitu pula jenis macam cara pembelajarannya, dan jenis macam dari pengabdian ke masyarakat,” bebernya.

Karena itu, menurut Dhaniswara, tidak ada alasan kualitas pendidikan menurun di tengah pandemi. “The show must go on. Bahkan di pascasarjana ada yang mengikuti pendidikan ini dari Amerika dari Singapura. Beberapa mahasiswa saya, itu mereka jalankan dengan baik. Dan tentunya dengan pengawasan yang cukup ketat. Jadi bukan berarti mengabaikan kualitas. Kami tetap sepakat dengan apa yang diinginkan oleh negara ini menghasilkan alumni unggulan,” tegasnya.

Karena itu selain banyak melakukan inovasi, UKI juga banyak melakukan terobosan yang bersifat out of the box. “Jadi jangan yang biasanya. Kita lakukan yang berbeda karena dalam situasi yang berbeda. Misalnya bentuk kolaborasi antara mahasiswa dan dosen, pada saat terjadi Covid-19 di awal bulan Februari 2020 hingga maret, kami langsung secara spontan membuat formula dan memproduksi hand sanitizer secara massal. Setelah kami buat kemudian langsung dibagikan ke daerah sekitar,” ungkapnya lagi.

Kebanggaan lain dari UKI adalah masih tingginya kreativitas mahasiswa dalam melakukan penelitian, riset dan lainnya. “Penelitian jalan terus. Termasuk juga jurnal yang dimasukkan secara internasional dan scopus jumlahnya meningkat. Baik dilakukan oleh para dosen, maupun kolaborasi antara dosen dan mahasiswa kami lakukan. Tentunya untuk bidang-bidang yang satu dengan yang lainnya berbeda. Tapi, justru saya lihat malah dengan kreativitas dan inovatif akhirnya terlihat bahwa kita lebih aktif, kontribusi kepada bangsa dan negara pun lebih banyak. Tugas kita memang melakukan penelitian. Ketika penelitian yang bisa diambil dengan baik itu kemudian dijalankan, misalnya oleh dunia usaha dan sebagainya, maka itu tentunya bukan lagi tugas kita. Tapi tugas kita adalah melakukan penelitian, disampaikan kepada masyarakat dengan dipublikasikan di jurnal-jurnal atau di media sosial lainnya,” papar Dhaniswara.

Keseriusan UKI dalam menjaga mutu akademiknya itulah yang membuat minat lulusan SLTA masuk ke UKI masih cukup tinggi. Ada kenaikan jumlah mahasiswa baru di tahun ajaran 2020- 2021 yakni sekitar 30 persen. “Ini sesuatu yang agak mengagetkan, dalam situasi pandemi, banyak orang yang ingin belajar. Jadi mungkin karena memanfaatkan kondisi online. Bahkan banyak juga yang melakukan pembayaran secara tunai di depan sampai selesai,” akunya.

Jurusan yang paling diminati mahasiswa baru saat ini adalah hukum dan hubungan internasional, selain kedokteran tentunya. “Kalau kedokteran itu sebetulnya banyak tapi dibatasi kuota. Pemerintah memang membatasi kuota, UKI hanya 150. Padahal peminatnya lebih dari 1000, jadi persyaratannya semakin berat. Peningkatan relatif cukup merata,” ia menjelaskan. Sebagai kampus yang mandiri, UKI mengandalkan keterlibatan para alumni dalam menjaga dan meningkatkan kualitas.

“Jumlah alumni kita 'kan banyak sekali, sudah lebih dari 70.000 orang. Jadi pada saat perguruan tinggi swasta lainnya—katakanlah yang favorit sekalipun masih bicara bahwa mereka mempersiapkan kader-kader pemimpin bangsa dan sebagainya. UKI sudah membuktikan, bahwa alumni-alumni kita adalah pemimpin bangsa. Dari dulu sampai dengan sekarang,” pungkasnya.