Indra Falatehan (Direktur Utama Bank BJB Syariah) - Mengawal BJB Syariah Tangguh Hadapi Krisis

Oleh: Syulianita (Editor) - 15 March 2021

Naskah: Gia Putri Foto: Dok. Humas BJB Syariah

Di tengah pandemi Corona yang memengaruhi sektor ekonomi, BJB Syariah di bawah nakhoda Indra Falatehan mampu tumbuh positif. Bank yang berdiri pada tahun 2010 ini mencatatkan laba sebesar Rp32,06 miliar, aset sebesar Rp8,88 triliun atau tumbuh 15,31% secara year on year (YoY).

Tak hanya itu, Dana Pihak Ketiga pada tahun 2020 terealisasi sebesar Rp6,6 triliun atau tumbuh 15,4% dan penyaluran pembiayaan sebesar Rp5,77 triliun meningkat 6,63%. Perolehan laba tahun 2020 sebesar Rp32,06 miliar, yang diperoleh dari Pertumbuhan PPOP (Pre Provision Operating Profit) sebesar Rp45 miliar dengan pertumbuhan YoY Rp14 miliar.

Hal ini menunjukkan bjb syariah mampu beradaptasi pada masa pandemi ini dengan menjaga pertumbuhan pendapatan dan menekan biaya operasional. Indra mengaku pandemi Covid-19 menjadi tantangan bisnis yang cukup berat. Namun, dengan kejeliannya, ia mampu melihat peluang bjb syariah untuk mengembangkan bisnis perbankan ke arah digitalisasi.

“Beragam inovasi produk berbasis digital banking kami lakukan, salah satunya development digital banking melalui pengembangan Mobile Maslahah sebagai dukungan bjb syariah untuk mempermudah akses nasabah untuk meminimalisir kontak fisik,” terang Indra.

Selain itu pada 2020, bjb syariah juga mendapatkan suntikan modal dari bank bjb sebagai Pemegang Saham Pengendali. Sehingga, pihaknya bisa masuk ke dalam bank BUKU II untuk memperluas kegiatan bisnis perbankan.

Berkat kerja keras Indra beserta jajaran, sepanjang 2020 bjb syariah diganjar beragam penghargaan bergengsi, di antaranya Top Product & Innovation in Banking Industry 2020, Simpanan Pelajar (Simpel/Simpel IB) AWARD 2020, Kategori Bank dengan Perkembangan Simpel/Simpel IB Terbaik Sub Kategori Bank Syariah dari OJK, dan The Most Innovative Islamic Retail Bank in Indonesia 2020 dari Cambridge International Financial Advisory (IFA).

Selama pandemi, bjb syariah memilik peran besar dalam membantu pemerintah untuk pemulihan ekonomi, seperti penyaluran bantuan melalui dana CSR kepada kelompok yang terdampak Covid-19, penyaluran pembiayaan secara prudent dan melakukan relaksasi terhadap nasabah-nasabah yang khususnya terkena dampak pandemi dengan melakukan beragam langkah pelonggaran, yaitu restrukturisasi pembiayaan sesuai dengan kebijakan pemerintah, serta pengembangan teknologi untuk mempermudah akses nasabah yang bisa meminimalisir untuk bertemu fisik.

Lebih lanjut Indra memaparkan, bjb syariah mengusung misi besar “Menjadi 5 Bank Syariah terbesar di Indonesia, berkinerja baik dan solusi keuangan pilihan masyarakat”.

“Kami ingin mengembalikan positioning bank bjb syariah yang dulu pernah diraih, yaitu sebagai salah satu bank syariah terbesar di Indonesia. Posisi aset bank bjb syariah sebagai 5 (lima) bank syariah terbesar akan tercapai pada 10 (sepuluh) tahun yang akan datang. Market share yang tinggi di Jawa Barat. Cakupan area pelayanan luas dan akses yang mudah. Meningkatkan kepercayaan diri karyawan dalam hal kemampuan mengelola bisnis perbankan,” terangnya.

Untuk mencapainya, pihaknya pun telah menetapkan kebijakan yang disebut GAPE, yakni Growth - Pertumbuhan yang berkelanjutan dengan fokus pada pembiayaan yang menghasilkan return optimal dan pertumbuhan CASA. Acceleration - Akselerasi penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan secara agresif untuk menunjang pertumbuhan bisnis yang optimal. Akselerasi digitalisasi perbankan untuk mendukung kebutuhan bisnis. Akselerasi sinergitas dan kerja sama dengan bank induk terutama untuk pertumbuhan ekosistem haji, umroh dan ibadah lainnya.

Productivity - Peningkatan produktivitas dan budaya kerja yang berfokus pada pertumbuhan bisnis. Efficiency - Efisiensi operasional dengan tetap memperhatikan kebutuhan pertumbuhan bisnis secara optimal.

Beragam langkah strategis lainnya adalah Quick Win Strategy fokus pada penyelesaian permasalahan fundamental Bank yang dijabarkan menjadi 3 strategi pelaksanaan, yakni Bad Bank Strategy Strategi, berfokus pada pengelolaan aset yang berisiko tinggi dan tidak likuid. Targetnya adalah penurunan NPF menjadi di bawah 5% yang telah dicapai pada 2018 dan terus membaik secara gradual hingga menjadi di bawah 3% pada 2023.

Good Bank Strategy Strategi,berfokus pada pengelolaan aset yang memiliki kualitas baik dan likuid, dengan fokus pada peningkatan profitabiltas dan likuiditas yang bersifat cepat untuk mendukung akselerasi bisnis ke depan. Rentang waktu dalam pelaksanakan strategi ini diproyeksikan untuk jangka menengah (2020-2021). 

Supporting Bank Strategy, berfokus untuk mendukung tercapainya Bad Bank Strategy dan Good Bank Strategy, di antaranya melalui peningkatan kapasitas SDI, peningkatan sinergi dengan bank induk, penguatan compliance dan risk management, budaya perusahaaan, penguatan teknologi informasi, peningkatan produktifitas, dan efisiensi operasional.

Menutup pembicaran ia mengatakan, bjb syariah yang telah masuk ke dalam kelompok Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) II perlu memikirkan untuk sumber permodalan lain, di antaranya melalui penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) pada tahun ini. Hal ini merupakan aksi strategis melihat potensi perbankan syariah yang masih besar dan belum banyaknya bank syariah yang melakukan IPO.

“Selain itu sinergi Dengan Bank Induk, kami akan melakukan beragam upaya sinergi dengan bank induk dalam proses pemberian pembiayaan, antara lain berupa kerja sama pemberian pembiayaan Bersama (sindikasi atau club deal), advisory bank induk atau lisensi dari bank induk untuk menjadi leader dalam pemberian pembiayaan,” pungkasnya.