Dendi Adisuryo (Managing Partner ADCO Law)

Oleh: Syulianita (Editor) - 04 August 2020

Pekerja Keras dengan Endurance Tinggi

Naskah: Gia Putri Foto: Edwin B.

 

Terlahir dari keluarga sederhana, Dendi Adisuryo berhasil mengangkat derajat orangtuanya dengan menjadi lawyer yang diperhitungkan di negeri ini bahkan masuk ke dalam jajaran 100 pengacara terbaik di Indonesia 2020 versi Asia Business Law Journal.

Dendi mengaku, semasa SMA tidak membayangkan atau berencana untuk kuliah di fakultas hukum. Bukan karena malas atau tidak sanggup secara akademik, melainkan karena ia sadar kehidupan orangtuanya pas- pasan secara ekonomi, sang ayah bekerja sebagai sopir angkot, sehingga penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Hingga suatu malam, sang kakak menyarankannya ikut ujian masuk ke perguruan tinggi negeri. Sempat ragu, namun akhirnya ia menuruti dorongan kakaknya. Takdir berpihak kepadanya, ia dinyatakan lulus masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan bahkan lulus dengan predikat lulusan terbaik.

Belasan tahun sudah, ia mendalami profesi sebagai pengacara yang ahli dalam bidang transaksi komersial, sumber daya alam, merger dan akuisisi, minyak dan gas bumi, perbankan dan keuangan, konstruksi, asuransi, maritim, kehutanan dan perkebunan, serta sengketa komersial. Sebelum membangun firma hukum ADISURYO DWINANTO & CO (ADCO) tahun 2007, ia pernah bergabung dengan Lubis Ganie Surowidjojo (LGS), Makarim & Tiara S, Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP). Dari sanalah ia berkenalan dengan kehidupan hukum yang profesional.

Ada beberapa hal yang harus dimiliki seorang pengacara yang baik, kata Dendi, pertama harus memiliki kemampuan analisa dan logika yang baik. “Kedua, harus punya business sense karena semua transaksi yang kami kerjakan adalah transaksi bisnis. Jadi, advis kami harus memiliki dimensi bisnis dan komersial. Ketiga, ini yang sering saya sampaikan kepada teman-teman yang lebih muda, jadi lawyer itu kerja keras, harus memiliki endurance yang tinggi, jam kerja lawyer kan panjang dari pagi, kadang-kadang ketemu pagi lagi,” papar pria yang hobi adventure off-road ini.

Bagi Dendi semua kasus dan proyek yang ia tangani menarik dan unik. Namun, ada satu yang sangat membekas diingatannya, yakni ketika ia membantu sebuah perusahaan asing. “Perusahaan ini merupakan pemegang saham di sebuah perusahaan di Indonesia, tetapi ada perselisihan dengan manajemen yang ada di sini. Jadi, saya membantu pemegang saham perusahaan asing untuk men- take over kembali perusahaannya dari manajemen di Indonesia. Memakan waktu sekitar 1,5 tahun, cukup banyak yang dikorbankan oleh kedua belah pihak, dan juga oleh saya karena harus fokus kepada permasalahan itu. Tetapi, setelah semuanya selesai dan klien saya mendapatkan apa yang menjadi haknya, ada suatu kenikmatan tersendiri,” kenang Dendi.

Dendi memiliki filosofi yang ia emban untuk memenangkan atau mewakili suatu kasus. Pertama, memberikan nilai tambah kepada klien. Kedua, berusaha semaksimal mungkin memberikan hasil di atas ekspektasi klien. “Dua itu yang harus kita jaga dari waktu ke waktu,” imbuh ayah tiga anak ini.

Strategi Bertahan di Tengah Pandemi

Dalam menghadapi krisis pada masa pandemi Covid-19 dan era New Normal sekarang ini, profesionalisme seorang lawyer tak hanya diuji dari segi mental, tapi juga kekuatan untuk survive, strategi out of the box, dan pengaturan cash flow yang baik dalam menjalankan law firm-nya. Dendi pun menggulirkan sejumlah strategi agar ADCO Law tetap eksis sebagai firma hukum terkemuka di tengah situasi ini.

Pertama mempertahankan kualitas pekerjaan karena produk yang ditawarkan adalah jasa. Tantangannya adalah kompetisi semakin ketat, tidak hanya law firm lokal, tetapi juga law firm asing, sehingga pihaknya harus merekrut best talent dari beberapa universitas terbaik.

Kedua, bergaul secara global, yakni bekerja sama dengan sejumlah law firm luar negeri. “Karena saat ini transaksi yang sifatnya cross border sangat banyak, sehingga kami harus bekerja sama dengan law firm dari jurisdiksi lain. Ketiga, dari sisi marketing pun harus diperhatikan karena marketing law firm berbeda dengan perusahaan jasa lainnya, kita ada batasan-batasan di kode etik advokat, yang tidak boleh kita langgar. Namun, di sisi lain kita harus membuat marketing activities yang kreatif dan efektif. Contohnya, sering berbicara ke publik tentang skill dan keahlian yang kita punya, sehingga klien tertarik,” tambahnya.

 

Mimpi Besar Dendi

Dendi merasa terkejut sekaligus bangga masuk ke dalam jajaran 100 Pengacara Top Indonesia 2020 versi Asia Business Law Journal. Ia mengaku, tidak pernah mengambil inisiatif untuk di rating. “Bagi saya ini adalah sebuah achievement bukan hanya untuk saya, tetapi juga tim. Ke depan, tantangannya adalah bagaimana mempertahankan prestasi ini. Kalau kata orangtua saya waktu saya masih SD dulu, menjadi ranking satu itu gampang, tetapi mempertahankannya itu susah,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menguntai mimpinya, yakni ingin membuat sekolah gratis. Saat ini, ia bersama temannya telah membantu beberapa orang terdekat untuk bisa kuliah. “Karena saya bisa kuliah, taraf hidup berubah, dari keluarga yang taraf ekonominya tidak cukup baik, sekarang bisa menyekolahkan anak. Saya ingin agar banyak orang memiliki perubahan yang sama seperti saya, salah satunya dengan cara sekolah,” terang pria kelahiran Jakarta, 11 Desember 1980 ini.

Selain itu, mimpinya adalah menjadikan ADCO Law sebagai Top of Mind untuk para Job Seeker di bidang hukum. Mimpi baginya sesuatu yang harus diperjuangkan, serta memanfaatkan mimpi sebaik mungkin untuk menyelamatkan mimpi orang lain. Itulah prinsip hidup yang ia tanamkan sampai saat ini.

Menutup pembicaraan, sosok family man ini membagikan tips sukses untuk generasi muda yang ingin terjun ke dunia hukum. “Waktu saya masih menjadi trainee lawyer dulu, ada seorang lawyer senior yang sampai sekarang sangat saya hormati, Pak Nono Anwar Makarim, beliau bilang saat bermain kelereng, jangan tertarik kepada kelerengnya, tetapi tertariklah kepada permainannya. Jadi, proses itu lebih penting daripada hasilnya. Fokuslah pada prosesnya,” paparnya.

Jangan terjebak pada kehidupan glamour, sambung Dendi, karena lawyer adalah pekerjaan yang keras dan menguras pikiran. “Fokus kepada pekerjaan, pengetahuan tentang hukum harus terus didalami, tidak boleh cuma sekadar rata-rata. Bahasa Inggris harus ok, mampu bergaul secara global, sehingga ketika momennya datang yang mengharuskan kita bernegosiasi dengan lawyer dan perusahaan asing, mental kita sudah cukup, kita tidak merasa inferior, dan kurang skill,” pungkas pria yang memiliki prinsip keluarga adalah segalanya ini.