Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. (Founder & Rektor UNIKOM)

Oleh: Syulianita (Editor) - 29 January 2020

Naskah: Suci Yulianita Foto: Sutanto/Dok. UNIKOM

 

Tak banyak entrepreneur yang memiliki jiwa entrepreneur sejati. Rajin, tekun, pantang menyerah, jeli melihat peluang, action oriented, memiliki entrepreneurial mindset, serta disiplin merupakan kunci dan syarat mutlak untuk menjadi seorang entrepreneur. Dan, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. merupakan salah seorang entrepreneur andal di negeri ini, yang kiprahnya terkenal hingga ke mancanegara melalui kampus yang didirikannya sejak tahun 2000 silam, Universitas Komputer Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama UNIKOM.

 

Ya, jika mendengar nama UNIKOM tentu tak terlepas dari sosok Eddy Soeryanto Soegoto, sang Founder sekaligus Rektor. UNIKOM merupakan salah satu Universitas ternama di Bandung dan Indonesia yang namanya menjulang dan mentereng berkat segudang prestasi yang ditorehkan, baik oleh para mahasiswa maupun para dosen, mulai dari skala nasional hingga internasional.

 

Bahkan, seolah ingin memberi contoh terbaik, sang rektor pun pada akhir 2019 lalu menutup tahun dengan prestasi membanggakan. Ia meraih gelar guru besar di bidang Manajemen Kewirausahaan, yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. “Salah satu tujuan saya menjadi guru besar ini untuk memacu para dosen agar bisa mengikuti jejak saya. Sebagai pimpinan tentu kita harus memberikan contoh, tekun mengurus jabatan fungsional hingga Guru Besar, lulus S3 tercepat dalam waktu 2 tahun 1 bulan, dan hal positif lainnya,” ungkap Prof. Eddy tanpa bermaksud membanggakan diri.

 

Seorang entrepreneur harus memiliki sikap action oriented, mampu menciptakan sesuatu dari nol, dari yang tak ada menjadi ada, dari biasa menjadi luar biasa, menghasilkan sesuatu berdasarkan daya kreativitas dan inovasi yang dimilikinya. Dan, itulah yang telah dihasilkan Prof. Eddy. 

 

Perjalanan panjang Prof. Eddy dalam membangun UNIKOM berawal dari hobi mengajar. Awalnya, sembari kuliah di ITB, Prof. Eddy menjadi guru, mengajar private door to door dengan berjalan kaki menyusuri Kota Bandung. Kemudian berkembang, ia memberanikan diri membuka lembaga bimbingan belajar, berkembang lagi menjadi LPKIG, berkembang lagi menjadi 2 Sekolah Tinggi (STMIK IGI & STIE IGI) yang akhirnya melebur menjadi UNIKOM pada tahun 2000. 

 

Sangat menarik jika melihat UNIKOM hadir dari tangan seorang entrepreneur seperti dirinya. Ia memiliki pengalaman dan bekal sebagai seorang entrepreneur sekaligus tokoh pendidik. Dengan demikian, Prof. Eddy yang terjun langsung memimpin di dalamnya ini, tahu betul bagaimana dan akan dibawa ke mana kampus yang terletak di Jalan Dipati Ukur Bandung ini. Itulah mengapa UNIKOM bisa berkembang sedemikian pesat dan menghasilkan prestasi-prestasi membanggakan.

 

Ya, berkat jiwa leadership entrepreneur yang dimilikinya Prof. Eddy mampu memotivasi dan menggerakkan sistem di UNIKOM menjadi Perguruan Tinggi ternama di Tanah Air dalam waktu relatif singkat. Dalam memimpin, posisinya sebagai seorang entrepreneur membuatnya berani mengambil keputusan tanpa harus dihambat birokrasi dan aturan yang mengganggu. “Entrepreneur itu action oriented, jeli melihat dan meraih peluang dan cermat dalam menggerakkan sistem. Jadi, prioritasnya action. Nah, nanti pada saat action dia akan menemukan bagaimana harus melakukan akselerasi agar poin demi poin sasaran atau target itu bisa dicapai secara cepat,” tegasnya. 

 

Prof. Eddy mencontohkan bagaimana UNIKOM bisa mengungguli Perguruan Tinggi senior/besar yang sudah puluhan tahun lebih dulu berdiri. Menurutnya, banyak Perguruan Tinggi digerakkan bukan oleh entrepreneur, namun oleh sosok yang ditunjuk. Dengan demikian, banyak kasus mereka tidak berani mengambil keputusan, merasa khawatir takut salah atau gagal. Sementara, UNIKOM dipimpin langsung olehnya selaku pendiri melalui motivator dengan leadership entrepreneur.

 

Ia terjun dan terlibat langsung di dalamnya, jadi sudah tentu ia mengetahui bagaimana menggerakkan sistem, membuat kebijakan, dan mencapai target serta lika-liku sekecil apapun yang ada. Dengan penuh semangat, Prof. Eddy menjelaskan bahwa kecepatan maju tidaknya suatu Institusi atau Perusahaan itu ditentukan oleh sang pemimpin. Dan dalam memimpin tentu dibutuhkan faktor leadership. Jadi, jika sang pemimpin tidak memiliki jiwa leadership yang mumpuni, maka Institusi, Perusahaan atau Perguruan Tinggi tersebut akan lambat, tidak berkembang atau susah untuk maju. 

 

Itulah mengapa UNIKOM bisa berkembang demikian pesat dan menghasilkan prestasi-prestasi membanggakan. “Jadi, itu salah satu kelebihan kami. Kalau saya ingin menggerakkan sesuatu, kecepatannya sangat tinggi karena tidak ada yang menghambat. Jadi, saya bisa menggerakkan langsung sumber daya yang kami miliki. Sementara, hal ini belum tentu bisa dilakukan teman-teman dari Perguruan Tinggi lain,” jelas Prof. Eddy. Sebagai seorang entrepreneur, juga sebagai guru besar di bidang entrepreneur, Prof. Eddy mengakui ia memiliki kewajiban moral untuk bisa menghasilkan entrepreneurentrepreneur baru atau start up-start up baru berwawasan Global melalui kampusnya, terutama entrepreneur di era digital 4.0 yang berbasis ICT atau technopreneur. Dengan demikian, UNIKOM dapat memberikan andil dalam meningkatkan jumlah entrepreneur baru di Indonesia yang saat ini baru sekitar 3,1% dari minimal 4% dari total populasi penduduk Indonesia yang 267 juta jiwa di 2019, sesuai saran Bank Dunia. Menyikapi hal ini maka sejak tahun 2007 UNIKOM sudah mewajibkan Entrepreneurship menjadi mata kuliah wajib diseluruh program studi yang ada di UNIKOM.

 

Sulung dari sembilan bersaudara ini berharap Indonesia bisa semakin maju dengan banyaknya entrepreneur yang lahir, termasuk dari UNIKOM. Untuk itu, menurut Prof. Eddy, akselerasi jumlah entrepreneur di Tanah Air akan terjadi apabila Perguruan Tinggi di Indonesia mewajibkan mata kuliah entrepreneurship di seluruh program studi. Karena, seorang entrepreneur sejatinya bisa dihasilkan dari program studi apapun. Ia mencontohkan dirinya dari Teknik Industri, Ciputra dari Arsitektur, Nadim Makarim dari HI, dan  Chairul Tanjung dari Fakultas Kedokteran Gigi. 

 

Prof. Eddy mengungkapkan, survey oleh Y&R, BAV Consulting serta Wharton School of the University of Pensylvania, US membuktikan bahwa semakin banyak kesempatan berwirausaha di suatu negara maka semakin baik pula iklim ekonomi di negara tersebut. Hasil survey berjudul “Best Countries for Entrepreneurship” tersebut merilis daftar tahunan negara berpredikat paling baik dilihat dari kemudahan dan kesempatan berwirausaha. Negara-negara ekonomi maju, seperti Swiss, Inggris, USA, Jepang dan Jerman terbukti merupakan Best Countries for Entrepreneurship. “Pemerintah Swiss mengalokasikan 2,97% PDB nya untuk riset dan pengembangan wirausaha, Inggris menyiapkan 1,66% PDB nya untuk membangun iklim usaha. Di AS, para entrepreneur sangat disanjung dan dihargai media,” ungkapnya. 

 

“Bercermin pada negaranegara tersebut di atas sudah selayaknya pemerintah Indonesia mengalokasikan lebih besar lagi PDB nya untuk membangun iklim usaha dan pengembangan wirausaha di Indonesia. Pendidikan Tinggi membekali para mahasiswanya dengan mata kuliah kewirausahaan dan Industri mensupport dengan memfasilitasi untuk kerja praktek mahasiswa di perusahaanperusahaannya sehingga link and match dapat tercipta. Ini merupakan solusi dalam meningkatkan jumlah entrepreneur di Indonesia," ungkap Prof. Eddy. Kalau bicara prosentase, sambungnya, jumlah entrepreneur akan lebih banyak dihasilkan apabila sekitar 4700 Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia menjadikan mata kuliah kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib di seluruh program studinya. "Hal ini karena seorang entrepreneur dapat lahir dari program studi apapun yang ada di suatu Perguruan Tinggi. Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dalam jumlah entrepreneur yang baru 3,1% dari rasio penduduknya. Bandingkan dengan Malaysia 5%, Thailand 4,5% dan Singapura 7%, China dan Jepang di atas 10%, Amerika Serikat 12% ,” tegasnya.  

 

Jika melihat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode 2019 – 2024, Nadiem Makarim yang memiliki latar belakang sebagai seorang technopreneur, Prof. Eddy berharap Pak Menteri bisa membuat suatu terobosan baru sehingga nantinya akan banyak entrepreneur baru yang lahir dari Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia, khususnya entrepreneur yang berbasis pada ICT, technopreneur-technopreneur baru. “Nah, kami berharap bahwa Pak Nadiem bisa menularkan keberhasilannya sebagai seorang entrepreneur guna menghasilkan entrepreneur-entrepreneur baru  di Tanah Air,” ucapnya.