Karya-karya Besar yang Lahir dari Balik Jeruji

Oleh: content (Administrator) - 01 March 2013
Naskah : Andi Nursaiful, Foto : Dok. MO

Anda mungkin pernah menikmati kisah Don Quixote karya Miguel de Cervantes, atau sebaliknya sedikit bergidik ketika membaca Mein Kamp karya Adolf Hitler. Boleh jadi Anda meneteskan air mata ketika merampungkan novel tetralogi Pulau Buru karya Pramudya Ananta Toer, atau sebaliknya, rasa nasionalisme Anda terpicu tatkala membaca Indonesia Menggungat karya Soekarno, atau bahkan buku Dari Penjara ke Penjara karya Tan Malaka,

Semua karya sastra dan non-sastra itu ditulis dari balik jeruji. Penderitaan yang sangat telah memicu kreativitas mereka untuk menulis dengan hati. Fisik boleh dikurung, namun kemerdekaan berpikir tak bisa dikungkung. Di bawah ini adalah daftar karya-karya besar yang ditulis di penjara versi Men’s Obsession.
Artikel ini dimuat di Majalah Men's Obsession Edisi 110, Maret 2013
 
1.    Indonesia Menggugat karya Soekarno
Indonesia Menggugat adalah sebuah pidato pembelaan (pledoi) Bung Karno yang disampaikan dengan berapi-api di Gedung Landraad (pengadilan rendah) pemerintah kolonial Hindia Belanda di Bandung pada 1930.

Bung Karno, bersama tiga rekannya, Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata, yang tergabung dalam Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) dituduh hendak menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda. Dari balik penjara Bung Karno menyusun dan menulis sendiri pledoinya. Isinya mengupas keadaan politik internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan. Pidato pembelaan ini kemudian menjelma menjadi suatu dokumen politik menentang kolonialisme dan imperialisme.

Pada saat menulis naskah pidato Indonesia Menggugat, Bung Karno menggunakan referensi tak kurang dari 80 judul buku dari berbagai bahasa. Naskah berkelas dunia yang ditulis BK pada usia 26 tahun itu terbukti sangat berperan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

2.    Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer menghabiskan separuh hidupnya di penjara. Ia pernah mengatakan bahwa sejarah hidupnya adalah sejarah perampasan. Namun justru di dalam penjaralah pikiran dan kreativitasnya menghasilkan karya-karya besar. Yang paling fenomenal adalah tetralogi empat buku yang ditulis di penjara Pulau Buru, Maluku, di bawah kekuasaan Soeharto, pada 1973.

Novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca, yang telah diterjemahkan dalam banyak bahasa asing, menjadi masterpiece Pram sekaligus