Jalani Usia Senja Agar Bahagia Ala Jahja Setiaatmadja

Oleh: Iqbal Ramdani () - 26 April 2019

Naskah: Giattri F.P. Foto: Fikar Azmy

Dikenal sebagai bankir pekerja keras, gigih, ulet, dan tidak mau menunda-nunda pekerjaan, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja tetap memegang teguh komitmen menjaga keseimbangan hidup. Eksekutif kelahiran 14 September 1955 ini menuturkan, “Keseimbangan itu penting kalau kita terus-menerus bekerja, tidak akan ada habisnya. Kuncinya, kita harus bisa memberikan kepercayaan kepada orang lain, mendelegasikan.” Lebih lanjut Jahja mengatakan, ada lima komponen penting yang harus diselaraskan agar work-life balance, yakni pertama hubungan dengan Tuhan karena setiap orang harus berpegangan pada itu. Kedua bersosialisasi dengan manusia, misalnya rekanan di kantor. Ketiga, keluarga dan handai tolan.

 

“Waktu dalam bekerja juga harus diperhitungkan dan tak kalah penting adalah keempat kesehatan serta kelima keuangan. Kalau kelimanya bisa disinkronisasi artinya kita mampu me-manage diri sendiri. Nah, baru kita bisa me-manage orang,” papar sosok murah senyum itu. Berbicara masa tua, Jahja memiliki kiat untuk bisa live life to the fullest dan menjalani usia senja dengan bahagia. “Segala sesuatu itu, kan harus ditanam dan dipupuk. Salah satu faktor penting yang harus kita jaga adalah kesehatan. Kalau sejak muda, saya malas berolahraga, tidak pernah mau cek kesehatan, tidak mau minum vitamin, tibatiba bisa kaget sendiri kalau menderita suatu penyakit,” tuturnya. 

 

Untuk menjaga staminanya agar tetap bugar, setiap pagi Jahja rutin berenang. “Saya terkadang juga minum obatobatan herbs dari China dan beberapa teman juga membelikan vitamin-vitamin. Dulu kolesterol dan gula darah saya tinggi karena saya jaga, sekarang sudah normal. Sekitar setahun ini, saya juga sedang belajar pernafasan yang katanya baik untuk mempertahankan metabolisme tubuh, namanya Zhen Qi,” urai Jahja. Setiap Sabtu, Jahja juga selalu menyediakan separuh hari tersebut untuk bermain golf. Tak sekadar rileks dengan memukul si bola kecil bundar, tapi lebih dari itu, di lapangan hijau ia kerap bersosialisasi dengan rekan-rekan dan mendapatkan suasana rileks yang menyehatkan.

 

“Hati menjadi plong. Malamnya saya selalu mengajak isteri apakah ke acara pernikahan, kadang kami makan bersama, dan lainnya. Hari minggu saya sengaja meluangkan penuh untuk keluarga. Jadi, dengan demikian mencari keseimbangan. Untung juga isteri mengerti,” ujarnya seraya tersenyum. Agar hidup damai, Jahja menegaskan, jangan terlalu mempertahankan ego, “Karena jangan salah, banyak orang sesudah tidak menjabat mengidap post power syndrom. Misalnya, saya Presdir, jadi semua orang harus menghormati. Orang menyapa selamat pagi, saya diam saja. Kan, tidak boleh begitu. Semua manusia itu di mata Tuhan sama. Jadi, kita harus belajar menghargai orang dengan begitu orang akan berbalik menghargai,” jelas Jahja.

 

Ketika ditanya bagaimana Jahja menjaga daya pikir agar tetap smart di usianya yang sudah kepala enam? Dengan lugas Jahja menjawab, “Harus terus berlatih. Semakin sering, maka pola pikir kita bisa out of the box. Ada orang pintar karena rajin membaca, copy paste saja sebenarnya, cuma dia mix sedikit. Menurut saya, seorang pemimpin itu harus memiliki outside of knowledge, dia harus kreatif. Apa yang sudah kita dapat, pelajari, bagaimana mekanisme kan berberbeda-beda, tapi tetap based on experience,” pungkasnya.