Itukah Warisan Kita? Korupsi dan Utang?

Oleh: Giatri (Editor) - 22 September 2017

Lakon ‘Warisan’ menyentil realitas negeri ini. Mulai dari kisah percintaan, persahabatan, hingga diskusi politik yang membahas, "Apakah warisan negara hanya korupsi dan utang?

Ketika naskah lakon ‘Warisan’ dibagikan kepada pemain dan pekerja yang terlibat di bulan April 2017, tugas pertama para pemain adalah mempelajari kondisi tubuh manula dan menemukan jati diri perannya. Lantas para pemain melakukan riset ke panti wredha (panti jompo) dan berinteraksi dengan para manula yang ada disana.

Demi kepentingan artistik, sejumlah pemain dan pekerja mengunjungi panti jompo di kota lain. Ada beberapa panti yang sudah berdiri sejak lama, bangunannya berarsitektur Belanda. Ini yang dijadikan referensi untuk tampilan panti jompo dalam produksi ke-149 Teater Koma tersebut.

Untuk mendapatkan inspirasi tentang tokoh Kirdjomuldjono, mereka berkunjung ke panti jompoa yang menampung penulis Nh. Dini, bahkan diperbolehkan mengeksplorasi kamarnya.

Sesudah hasil pengamatan itu digabungkan, banyak hal yang didapat untuk memperkaya pendalaman cerita.

Lakon ini berkisah tentang sebuah rumah jompo yang dikenal sebagai kebanggaan kota. Yang tua dan terlantar ditampung di situ. Banyak orang menyumbang dengan sukarela.

8 tahun kemudian, rumah jompo berubah. Mereka mulai menampung orang-orang kaya yang mampu membayar mahal. Lalu rumah jompo dibagi dua: untuk si kaya dan si miskin. Sebuah tembok tinggi memisahkan kedua tempat itu. Tak ada pintu yang menghubungkan.

Di tempat orang kaya, ada Miranti dan Munan, yang kemudian saling berhubungan. Mungkin juga berpacaran. Juga Yula dan Kadirun. Ada pula duo Sakiro dan Subrat, keduanya selalu membahas partai politik, korupsi, dan utang. Tapi yang dibahas adalah utang negeri lain yang jumlahnya beratus-ratus trilyun, yakni Negeri Hindanasasa (yang riwayat sejarahnya negerinya sama dengan riwayat negeri kita).

Di tempat orang kaya, juga dihuni penulis bernama Kirdjomuldjono atau Samana Sama. Ia merasa terganggu oleh Munan yang selalu berteriak kepada anak sulungnya. Setiap kali, anak sulung Munan datang dalam bayangan dan imajinasi, saat itulah Munan memaki-maki karena anaknya korupsi. Tapi ia berada di tempat ini karena dibayari anak sulungnya. Kirdjomuldjono merasa terganggu dan ingin membunuh Munan, tapi ia tak berani.