Sri Engtay Dunia Kang Ouw

Oleh: Giatri (Editor) - 01 December 2016

Naskah: Giattri Fachbrilian Putri, Foto: Edwin Budiarso

Menyampaikan pesan moral melalui cerita silat yang memikat dengan balutan humor yang khas. Ini yang mewujud dalam lakon ‘Sri Engtay’ pentas ke-21 Indonesia Kita yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation.

‘Sri Eng Tay’ menjadi upaya dalam memadukan budaya Tiongkok ke dalam pertunjukan yang merefleksikan persoalan-persoalan terkini. Cerita ini mengangkat kisah dunia persilatan atau dunia Kang-Ouw yang terinspirasi dari berbagai cerita silat dalam karya-karya Kho Ping Ho, Chin Yung, hingga Khu Lung. Menyuguhkan cerita legendaris ‘Sam Pek Eng Tay’ yang dipadukan dengan seni bela diri wushu selama pertunjukan.

Lakon ini dibuka dengan siluet pendekar dalam pantulan cahaya purnama. Adalah Pendekar Buta yang diperankan Cak Lontong. Dengan kostum berwarna hijau dengan ornamen sisik mengingatkan pada tokoh Si Buta Dari Gua Hantu karya Ganesh TH. Namun penampilannya lebih nyentrik, Gaya Cak Lontong lebih mirip ALX Rose bersanding boneka monyet di atas pundaknya.

Pendekar Buta mendapat surat tantangan. Surat yang berisikan pembuktian siapa pesilat paling mumpuni di bumi Kang-Ouw itu membuat Si Pendekar Buta teringat akan murid termudanya bernama Eng Tay. Sayangnya, Eng Tay sudah lama menghilang. Akhirnya, Pendekar Buta bersama murid tertua, Pendekar Rajawali Muda, mengembara mencari Eng Tay.

Selain perguruan Pendekar Buta, Perguruan Go Bi Pay pun mendapat surat tantangan tersebut. Pendekar Cantik Buruk Rupa, pemimpin perguruan Go Bi Pay, mendapat tantangan adu jago dari seorang pendekar misterius. Karena usianya yang tak lagi muda, murid-murid Pendekar Cantik Buruk Rupa tak yakin gurunya dapat mengalahkan penantangnya.

Kendati demikian, murid-murid Pendekar Cantik Buruk Rupa membuat gladi resik kematian sang suhu. Memergoki murid-muridnya melakukan hal itu, ia marah. Untuk meredakan kemarahan gurunya, murid-muridnya pun menjelaskan surat tantangan yang baru saja datang ke perguruan mereka.

Setelah mendengar perihal surat tantangan itu, Pendekar Cantik Buruk Rupa memahami mengapa banyak yang mengincar nyawanya. Menurutnya, mereka ingin merebut jurus Merogoh Sukma yang dimilikinya.

Jurus sakti mandraguna itu memang akan membuat siapapun yang menguasainya menjadi pendekar sakti. Sang Suhu menegaskan: jurus pamungkas itu hanya akan diwariskan kepada Eng Tay. Jurus itu memang hanya bisa dimainkan oleh perempuan, bila dipelajari oleh lelaki, maka lelaki itu akan menjadi “keperempuan-perempuanan”.

Namun, Eng Tay sudah lama pergi dari perguruan itu, tak jelas kemana. Ada yang berkata sedang berguru menuntut ilmu pada guru yang lain, ada juga kabar Eng Tay sudah mati terbunuh. Tak jelas kebenarannya. Rupanya semua itu adalah siasat para pendekar untuk menjadi Pendekar Nomor Wahid di dunia persilatan, yang membuat banyak perguruan silat berkumpul dan menghimpun kekuatan masing-masing.

Ada Perguruan Pondok Bambu yang diasuh oleh dua orang pendekar tua bersaudara, yakni Pendekar Tua Tanpa Gerak dan Pendekar Mabuk Tanpa Gerak, Perkumpulan Pendekar Pengemis Sakti, dan perhimpunan pendekar lainnya. Pada saatnya pendekar yang misterius itu muncul dan pertarungan besar pun terjadi.

Ketika pendekar itu menampakkan wajahnya di bawah sinar rembulan, Pendekar Buta, Pendekar Cantik Buruk Rupa, dan Rajawali Muda mengenal wajah pendekar misterius itu. Pendekar Cantik Buruk Rupa memanggilnya Sri. Sedangkan, Rajawali Muda dan Pendekar Buta memanggilnya Eng Tay. Ternyata, selama ini Sri dan Eng Tay adalah orang yang sama.