100 Tahun Sang Master

Oleh: Giatri (Editor) - 24 October 2016

Naskah: Giattri Fachbrilian, Foto: Tanto

Di dunia seni rupa nama Otto Djaya begitu tersohor, betapa tiadak? pria kelahiran 1916 adalah salah satu master dalam sejarah seni rupa Indonesia. Ia hidup dan melukis selama enam dekade sejarah dan periode politik di Indonesia, semenjak masa kolonial Belanda, masa Perang Dunia ke-2, masa revolusi, masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto, hingga masa reformasi. Mengenang 100 Tahun Sang Master dihelat pameran akbar ‘100 Tahun Otto Djaya'.

Otto pernah menjadi pejuang kemerdekaan di masa kolonial. Bersama saudaranya Agus Djaya, mereka pernah pergi untuk belajar dan bekerja sebagai seniman di negeri Belanda pada tahun 1947-1950 dan beberapa kali berpameran di Eropa.

Otto adalah seorang bohemian, seniman non-konformis, yang mendefinisikan refleksi dan estetika pribadinya sendiri. Ia melukis dengan kecenderungan visual yang berbeda yang dapat dikenali untuk mengeksplorasi serta mengekspresikan jiwa rakyat Indonesia, khususnya orang Jawa. Ia sangat analitik terhadap kemanusiaan, termasuk dirinya sendiri, dan mampu mensintesis keindahan alam, mitos, cerita rakyat, dan sindiran umum.

Lukisan-lukisan Otto pun menjelaskan berlangsungnya semacam tegangan kekuatan yang saling menarik antara nilai kenangan dan konteks persoalan sosial-budaya yang bersifat lokal dengan pencarian artistik yang khas untuk mencapai nilai universalitas seni yang bersifat pribadi. Ia menunjukkan berbagai kejadian sehari-hari yang umum dikenal masyarakat di Indonesia (khususnya di pulau Jawa), seperti tema-tema tentang pasar, warung, para pedagang asong, perayaan perkawinan, pertunjukkan kesenian tradisi, perjalanan dengan kendaraan bermotor, sepeda, kereta kuda, dan lainnya.

Tentu saja, alam dan lingkungan hidup Otto di daerah Banten (di pulau Jawa bagian Barat) telah menghidupkan subject matter (pokok penggambaran) tersebut yang bersifat kultural ketimbang tema renungan yang menyuruk pada persoalan-persoalan yang bersifat personal.

Selain itu, jenis intensitas warna-warna dari lukisan Otto melampaui zamannya, hal ini bisa terlihat dari warna hijau dedauan yang khas dan biru langit yang cemerlang. Banyak lukisan Otto yang menjadi khusus juga karena ia mencampurkan atau memasukan tokoh-tokoh wayang dari keluarga Punakawan (khususnya, Petruk dan Gareng) dalam situasi hidup keseharian tersebut.