Kementerian Dalam Negeri RI Menyongsong Pilkada Serentak 2017 Menuju Demokratisasi di Daerah

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 12 August 2016

Naskah: Giattri F.P., Foto: Istimewa

Keberadaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tak hanya  strategis dalam masalah pemerintahan dalam negeri, tetapi juga memiliki andil besar dalam mewujudkan demokratisasi. Sukses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)  serentak tahun 2015 adalah buktinya.

 

Berdasarkan Perpres No.11/2015 Pasal 2 dan 3, salah satu tugas kementerian ini adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Sementara salah satu fungsinya adalah melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Dalam Negeri di daerah; engoordinasian, pembinaan dan pengawasan umum, fasilitasi, dan evaluasi atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Dalam perjalanannya, di bawah kepemimpinan Tjahjo Kumolo sebagai Menteri Dalam Negeri, lembaga tinggi negara ini sudah melakukan banyak keberhasilan. Ambil contoh pelaksanaan Pilkada serentak pada Desember 2015 yang digelar di 264 daerah berjalan lancar dengan partisipasi masyarakat yang tergolong tinggi.


Kini, menjelang Pilkada serentak tahap ke-2 yang akan dimulai pada awal Februari 2017 nanti, Kemendagri juga sudah siap. Belajar dari pelaksanaan Pilkada serentak pertama, Kemendagri telah melakukan berbagai langkah agar Pilkada tahap kedua yang akan diikuti 7 Provinsi, 76 Kabupaten, dan 18 Kota ini dapat berjalan sukses.


Selain itu, agar demokratisasi di daerah menjadi lebih baik, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung peraturan regulasi Pilkada yang sesuai dengan harapan seluruh rakyat Indonesia.  Mengingat akan ada peraturan UU Pilkada yang sebelumnya tidak sama dengan UU yang baru, yakni UU No. 10 Tahun 2016. Dimana terdapat revisi UU Pilkada mengenai pelantikan Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota bisa dilakukan secara serentak oleh Presiden RI selaku pemegang kekuasaan tertinggi.


Tjahjo menambahkan, pada revisi UU tersebut juga ada beberapa peraturan yang lebih ketat, misalnya pasangan calon perseorangan harus menyerahkan dokumen syarat dukungan kepada PPS (Panitia Pemungutan Suara) untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.


“Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon,” bunyi Pasal 48 ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016 itu. Apabila pendukung calon tidak dapat ditemui saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.