Hussein Jayadiningrat: Doktor Pertama di Indonesia

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 01 September 2013
Naskah: Cucun Hendriana / berbagai sumber     Foto : Istimewa

Memperingati Hari Sarjana Nasional yang jatuh setiap tanggal 29 September, kali ini kami mengetengahkan sosok yang menjadi salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Dia adalah Hussein Jayadiningrat, doktor pertama asal Indonesia lulusan Universitas Leiden Belanda pada 1913, dengan disertasi berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten di bawah promotor Snouck Hurgronje.  

Pria bernama lengkap Pangeran Ario Hussein Jayadiningrat, ini, lahir di Kramatwatu, Serang, Banten, 08 Desember 1886. Ia merupakan anak dari pasangan Raden Bagus Jayawinata dan Ratu Salehah. Ayahnya adalah seorang wedana berpikiran maju yang kemudian menjadi Bupati Serang ketika itu.

Di usia remaja, Hussein dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat. Karena itulah, setelah tamat dari HBS pada 1899, Snouck Hurgronje menyekolahkan Hussein ke Universitas Leiden di Belanda. Di Belanda, ia meraih gelar tertinggi, yakni Doktor bidang bahasa dan kebudayaan Indonesia pada 1913. Disertasinya yang berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck Hurgronje.

Bagi dunia keilmuan di Indonesia, disertasi Hussein telah membuka jalan bagi penelitian historiografi Indonesia. Oleh sebab itu pula, kini ia dikenal sebagai ‘Bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia’. Husein merupakan orang pribumi pertama yang meraih gelar doktor sekaligus guru besar di perguruan tinggi. Di masanya, ia juga merupakan sosok terkemuka dalam persoalan keislaman di Indonesia. 

Sejarah hidupnya mencatat, setelah meraih gelar doktoralnya ia pernah tinggal di Aceh selama satu tahun (1914-1915) untuk mempelajari Bahasa Aceh dan membuat kamus bahasa daerah tersebut. Tulisannya yang berjudul Critische overzicht van de geschiedenis van het Soeltanaat van Aceh (1913), berhasil meraih medali emas dalam lomba mengarang sejarah Aceh berdasarkan sumber naskah Indonesia/Melayu di Universitas Leiden. Pada 1919, Husein menjadi penanggung jawab surat kabar Sekar Roekoen, sebuah majalah berbahasa Sunda yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen.

Selain itu, ia juga menerbitkan Pusaka Sunda, sebuah majalah yang membahas seputar kebudayaan Sunda. Di tahun yang sama, Hussein mendirikan Java Instituut dan menjadi redaktur majalah Djawa yang diterbitkan lembaga itu bersama Raden Ngabahi Purbacaraka sejak 1921.